Monday, October 01, 2012

Tangisan Terakhir


Dia menangis lagi.

Tangisan yang sangat kencang. Kepalaku sampai pusing dibuatnya.

“Jangan nangis dong sayang…cup cup cup... Ayo sini sama mama.” Wanita cantik itu menggendongnya dengan penuh kesabaran. Dia diam. Tidak lagi menangis. Aku menghela napas lega.

Dia menangis lagi.

“Kamu itu udah besar! Jangan cengeng!”, teriakku padanya. Aku muak mendengar dan melihat tangisannya.

“Jangan kasar! Dia tambah nangis itu!” Wanita itu datang lagi memeluknya. Dia diam. Aku menghela napas lega.

Dia menangis lagi.

“Kamu kenapa? Nangis lagi! Nangis terus!”, bentakku.

“Aku kangen mama.”, katanya singkat. Ya, wanita cantik itu meninggal 10 tahun lalu, tepatnya saat dia berusia 17 tahun. Tidak ada lagi yang akan menggendong atau memeluknya. Aku pun tidak tahu harus berbuat apa kalau dia menangis. 

Dia menangis lagi.

“Papa…”, katanya di sela-sela tangisnya. “Ini adalah tangisan terakhirku. Mulai hari ini papa nggak perlu kesal dengan tangisanku lagi. Papa juga nggak perlu khawatir atau bingung mencari cara gimana supaya aku nggak nangis lagi. Aku janji pa, ini terakhir kalinya aku menangis di depan papa.”

Kami berdua berjalan memasuki altar gereja. Suara piano yang memainkan lagu pernikahan terdengar menggema di dalam gereja. Di depan altar itu, aku melihat seorang laki-laki berdiri menunggu kami, laki-laki yang siap untuk melihat, mendengar, dan menenangkan tangisan anakku. 

Aku menangis.


-ultrautogia-
#FF2in1



6 comments:

  1. Dan reaksi pertama saya setelah baca Flash Fiction ini... "Eaaaaaaaa...." xD

    ReplyDelete
  2. kok bisa Eaaaaaaaaaa? *emangnya kamu penggemar coboy junior?* /out of topic/dilempar ke sungai/ v-_-v

    ReplyDelete
  3. keren banget ceritanya, dan gak bertele tele..

    ReplyDelete