Tuesday, August 13, 2013

Biarkan Mata yang Berbicara.



Aku menangkapnya dengan mataku. Dalam diam, mataku terus berbicara dengannya. Memancarkan sejuta kekagumanku padanya.
Dia menangkapku dengan matanya. Satu kali, dua kali, tiga kali. Satu detik, dua detik, tiga detik. Setiap kali. Setiap detik.
Setiap kata yang aku ucapkan melalui mataku, entah dia dapat mendengarnya atau tidak, aku ingin dia menangkap mata ini, aku ingin terus menangkap matanya. Aku ingin berbicara dengannya melalui mataku.
Aku tidak mengerti setiap kata yang dia ucapkan melalui matanya. Namun, aku ingin dia melihat mataku dan membaca setiap kata yang tertulis di dalam mataku.
Bibir kami diam. Tapi, mata kami saling berbicara. Tatapan mata yang sekilas ada, sekilas hilang, sekilas datang, dan sekilas pergi seperti sebuah bahasa sederhana yang tercipta dalam sebuah keheningan.
“Hei,” Aku mencoba menyapanya dengan mataku.
“Hei,” Sayup-sayup terdengar suara balasan.
Dalam sebuah tatapan sekilas dan kedipan perlahan… dia membalas sapaanku.
Di sudut bibirnya terkembang sebuah senyum tipis. Aku membalas dengan tatapan dalam dan lama padanya.
Sejak saat itu, aku terperangkap dalam matanya dan dia terperangkap dalam mataku.
Mata kami tidak hanya bisa melihat, tapi juga bisa berbicara, membaca, mendengar, memikirkan, dan merasakan semua hal yang kami alami satu sama lain.
Kami menjadi satu dalam dua buah pasang mata.


-ultrautogia-