Thursday, October 18, 2012

I wanna laugh with you (part 5)



He called me. He really called me.
“Yoboseyo?”
I snapped back to the phone. “Ah ne, yoboseyo… Yangyo oppa! Of course, I still remember you!”
I tried to manage my words and breath.
“Dahaengida…” I heard he sighed.
“Eh? Waeyo?”
“Ah… aniya… For a few seconds I thought you forget me…”
“Jinjja aniya… I still remember you, I thought you’re the one who forget me…” -Oh no! What did I say? Why should I say that?
“Mianhae…” his voice sounded so slow and low.
There was an awkward silence for a few seconds there.
“Gwenchana oppa, I’m…just kidding…”
“Araseo… hehehe… so, you’re okay, right? I thought the radiation will kill you.” He giggled.
“What do you mean?”
“You said that you don’t have any phone because the radiation is not good for your health, but see? You’re now speaking to me by phone? Is the radiation your friend now?” He giggled again.
“I’m not lying. I really don’t have any mobile phone or smartphone or whatever it is. And this is just a portable home-phone, so I think this one doesn’t have such kind of radiation…”
“Are you sure?”
“Hmm… I… think…” I lowered my voice.
He giggled again. He kept giggling.
“Ya !! Stop giggling! What’s so funny?”
He stop giggling and tried to take a deep breath. “I’m sorry, but this is so funny.”
“Are you crazy? Are you out of mind?”
“Maybe…” He giggled again.
I sighed. “Waeyo?”
“Aniyo. Ah, yesterday I came to hospital, I went to see you, but you’re not there. And I met a nurse, hmm… the nurse who liked to scold you, she gave me your number...”
“How do you know that this is my number?” I cut his words.
“Well, at first I don’t know that this is your number…”
“So, you just randomly called me???” I cut his words again.
“Aniya…aniya… I actually don’t know that this is your number, but I wish that this is really your number…”
“Why do you wish that this is really my number?”
“Ya! Why do you keep cutting my words?” He complained.
I giggled.
“Ya !” He yelled.
I kept giggling.

***

She kept giggling. I didn’t know why. But, she sounded very happy. Moreover, I like to hear her giggles. I wish I could see her face when she giggled like that.
“Oppa,” she said suddenly after finishing her giggles “Are you still there?”
“Hm. Wae?” I acted like I was annoyed.
“Are you angry? Ya! You giggled at me before and I giggled at you just now. I just wanna play fair. Do you get that?”
I held my laugh. How could she think of such things. So ridiculous. “Geurae?”
“Ya oppa!”
I laughed.
“Aish! Jinjja!” she yelled.
“Mian, but you’re so funny.”
“What’s so funny? I don’t understand.”
“You.”
“Ha?”
“You. You are so funny.” I laughed again.
“Michyeoso. Ya oppa! Stop it or I will not tell you my secret.”
It took a few seconds to stop my laugh. I just didn’t know why but I laughed a lot today. I must be really crazy.
“Ah… Mianhae… Mwo? What secret?” 
“Promise me you won’t laugh again!” She said forcefully.
“Ne… I promise.”
“I’m going to have a birthday next week.”
“Jinjja? Next week is your birthday?”
“Mmm... Oppa… I want a birthday gift… Will you give it to me? This birthday may be my last birthday…” 
I hesitated. She hesitated. No voices. No sounds.
I fulfilled her promise, I didn't laugh. I didn't laugh because I couldn't laugh. Instead, I felt so painful inside my heart. It seems like she will go far away and never come back.   It seems like I can't see her anymore. It seems like I can't laugh at her anymore. It seems like I can't hear her laugh anymore. It seems like I can't laugh with her anymore. 



-to be continued-

Sunday, October 14, 2012

catatan pendek tentang lagu cinta


Apa yang tersisa dari kenangan? Tanyaku pada otak. Apa yang tersisa dari memori? Tanyaku pada otak. Apa yang tersisa dari ingatan? Tanyaku pada otak.
Perasaan. Jawab hati lirih. 
Aku tertegun. 
Kenangan akan dirimu seperti potongan-potongan gambar yang semu. Warnanya pudar dan kabur. Aku tidak tahu apakah aku sanggup menjaga agar kepingan kenangan itu tetap di otakku. Aku hanya tahu bahwa perasaan yang membekas di hati ini tidak akan pernah hilang. 
Saat kau datang pertama kali dalam hidupku, aku mendengar sebuah lagu. Kau menyebutnya lagu pertemuan. Bagiku, lagu itu adalah lagu cinta. 
Saat kau pergi dari hidupku, aku juga mendengar sebuah lagu. Kau menyebutnya lagu perpisahan. Bagiku, lagu itu tetaplah lagu cinta. 
Aku mungkin terlalu naif. Tapi, jika cinta adalah suatu pertemuan dan perpisahan, aku akan tulus menerimanya. Aku hanya percaya, terlalu percaya, bahwa suatu hari nanti kita akan bertemu lagi dan mungkin berpisah lagi. Namun, kita akan tetap saling mencintai. Sampai kapanpun. 




-ultrautogia-
for beauty and beast 
~dalam malam insomnia~

Thursday, October 11, 2012

Someday We'll Be Together


Frozen night. I saw the stars at the sky. There is only one star shining very brightly there. I smiled at the star. I missed him.
I remember the first time I met him ten years ago on this park. He fell, umm, no, we fell for each other. But, we knew we couldn't be together.
He held my hand and said "Someday, we'll be together."
"Why not now?", I asked.
"Because we can't."
He smiled and kissed me. I sinked in his lips.
Suddenly, I saw a big white wings on his back. He started to fly.
I closed my mouth with my hands. I couldn't believe what I saw.
"Are you an angel?", I asked in trigger.
"No, I'm a star. The most shining star in your life. Good bye."
He flew and flew and flew in the middle of the night. I watched him shining so brightly in the darkness of the sky. I cried.
"Someday, we'll be together, my most shining star." I whispered to myself.

-ultrautogia-
#FF2in1



Cobalah Mengerti


Aku ingin memeluknya. 
"Cobalah mengerti.", kataku padanya. Dia menatapku dalam diam. 
Aku ingin menciumnya. 
"Cobalah mengerti.", kataku lagi padanya. Dia masih diam. Airmatanya menetes. 
Aku ingin selalu bersamanya. 
"Cobalah mengerti.", seruku padanya. Tangannya menyentuh tanganku. Dingin. 
Aku menyentuh wajahnya. Tetap dingin. 
"Aku bernapas untukmu. Kamu nggak perlu berpikir. Kamu nggak perlu memahami. Kamu cuma perlu menerimaku apa adanya. Apa itu sulit untukmu?", tanyaku dalam tangis. Berharap tangannya akan menjadi hangat dan aku dapat memeluknya dalam kehangatan.
Aku menangis. Dia menangis. Aku berteriak. Dia berteriak. 
"Ah! Itu dia di sana!!" seorang lelaki berbaju putih berlari ke arahku kemudian menangkapku. 
"Suster cepat! Bawa dia ke kamar isolasi sebelum dia lari lagi!!" Segerombolan wanita berbaju putih memegangi tubuhku kemudian menyeretku ke dalam kamar isolasi. 
"Lepaskan aku ! Aku hanya ingin bersamanya !" 
Cekrek! Pintu isolasi dikunci. 
"Buka !! BUKA !! Cepat buka pintunya !!" Aku berteriak sampai suaraku serak. 
"Pastikan tidak ada cermin di dalam ruang isolasi.", kata dokter itu. 
"Iya, dok." jawab seorang suster cepat-cepat. 
"Pasien itu terobsesi dan jatuh cinta dengan bayangannya sendiri."
Dokter dan suster-suster tersebut berjalan meninggalkan ruang isolasi.


-ultrautogia-
#FF2in1

Monday, October 08, 2012

Pesta Dansa


Suara musik terdengar dari dalam ruangan besar itu. Aku masih berdiri di depan pintunya yang menjulang tinggi. Aku merapikan tatanan rambut dan gaun merahku, juga memastikan sepatu high-heels-ku sudah terpasang dengan benar. Aku menghela napas. Belum sempat aku mendorong pintunya, pintu itu sudah terbuka sendiri. Dua orang laki-laki berbaju biru rapi tersenyum sambil menyilahkan aku masuk ke ruangan. Aku berjalan kikuk. Ini pertama kalinya aku datang ke pesta mewah. Pelayan berlalu lalang membawa minuman-minuman warna-warni yang aku sendiri tidak tahu apa namanya ataupun rasanya. Makanan-makanan mahal juga tertata rapi di meja hidangan. Aku mengedarkan pandanganku, mencarinya.
Sebenarnya aku belum terlalu mengenalnya, tapi ayah dan ibuku bilang dia adalah tunanganku. Kami sudah dijodohkan dari kecil, hanya itu yang aku tahu. Aku tidak pernah diberi tahu siapa dia atau keluarganya atau apapun tentangnya. Ayah dan ibu selalu merahasiakannya dariku. Aku baru bertemu dengannya sekali. Seminggu yang lalu saat dia memberiku undangan pesta ini. Saat itu ayah dan ibu langsung mengiyakan dan memaksaku untuk datang.
"Angela, kamu sudah datang." Laki-laki itu menyambutku sambil berlutut dan mencium tanganku. 
Aku semakin kikuk. 
"Mau berdansa denganku?", katanya kemudian. 
Aku mengangguk kaku. 
Kami berdansa sepanjang malam. Saat itu, aku hanya merasa sedikit lelah. Kakiku capek. Mungkin karena aku tidak terbiasa berdansa. Tapi, seharusnya kepalaku masih normal. 
"Kenapa semua orang terlihat melayang?", tanyaku padanya. 
"Memang semuanya melayang.", jawabnya. "Kita juga melayang." 
Aku melihat ke bawah. Kakiku melayang-layang di udara. "Ada apa ini?", tanyaku panik. 
"Tenang saja, ini hanya pesta dansa. Semuanya pasti akan berakhir.", jawabnya sambil tersenyum. Wajahnya tampak pucat dan tangannya terasa sangat dingin saat menggenggam tanganku. 
"Ayah dan ibumu sudah memberikanmu padaku. Sekarang kamu ada di duniaku. Dunia orang mati." 
Tubuhku kaku tak sanggup lagi berdansa. Pesta pun usai. Namun, aku tak dapat kembali lagi ke duniaku.   





-ultrautogia- 
#FF2in1

Sunday, October 07, 2012

Film Pertama


"Adegan terakhir ya!!" teriak sang sutradara. Aku bersiap di lokasi syuting. Sebuah kamar dengan lampu redup. Tembok dan lantainya didominasi bercak warna merah yang diibaratkan darah yang berceceran akibat peristiwa pembunuhan. 
"Vicko, kamu udah siap?" tanya asisten sutradara padaku. 
"Iya." jawabku sambil mengangguk. 
"Oke! Take one! Scene seratus! Kamera rolling and action !" teriak sang sutradara. 
Seketika itu juga pandanganku nanar, aku mengambil sebuah pistol, dan menempelkannya di pelipisku. 
Tubuhku bergetar kencang. Airmataku menetes. Perlahan tapi pasti aku menarik pelatuk pistol. Suara tembakan terdengar menggema. Aku ambruk. Darah mengalir dari pelipisku. 
"Cut! OK! And it's wrapped!" teriak sutradara mengakhiri aktingku tadi. Semua orang di dalam ruangan bertepuk tangan. Syuting film pertamaku berakhir juga hari itu. 
Aku masih diam tak bergerak. 
"Ah sial!", gerutuku "Siapa yang menaruh peluru asli ke dalam pistol tadi?" 






-ultrautogia-

~dalam malam insomnia~

Friday, October 05, 2012

I Love You For A Thousand Years


"I love you for a thousand years." she said to me that night.
I stared her deeply.
"Me too. I love you for a thousand years." I answered her plainly.
She embraced me happily.
Stupid, I thought. How can you love for a thousand years? We only live for less than a hundred years.

Five hundred years later.  
I do not love her anymore, but she still loves me.
I become so numb. She still embraces me. She still loves me.
I wish I could die. No. I'm already dead.
How can I be trapped in the same coffin with her?
Ah, I remember ! It was that time ! When she said that she loved me for a thousand years and I said the same thing and she embraced me and suddenly a car hit us and we died instantly.
What should I do now?
I can't do anything. I have to wait. Wait for another five hundred years. Then, it all will be over.


-ultrautogia-
#FF2in1

Kaulah Yang Ada Di Hatiku

Aku terdiam. Tubuhku seperti melayang. Tidak. Aku tidak melayang. Aku hanya merebahkan tubuhku di atas kasur. Pikiranku yang melayang. Ke sana. Ke sini. Aku tidak tahu kemana ujungnya pikiranku ini. Namun, lagi dan lagi semua berakhir padanya.
Handphoneku berdering.
“Halo,” jawabku lesu.
“Aku udah di rumahmu nih, ayo berangkat.” Kata suara di seberang.
Aku mematikan handphone lalu bergegas menghampiri temanku. Kami menuju suatu tempat. Aku hanya diam di sepanjang perjalanan. Temanku juga diam.
“Erika!” Temanku yang lain langsung menyambutku saat aku sampai di tempat itu.
Aku tersenyum datar kemudian berjalan memasuki ruangan yang sudah penuh sesak dengan orang-orang.
“Kamu nggak perlu dateng sih sebenernya kalo kamu…” bisik temanku.
“Nggak apa-apa…” Aku masih tersenyum datar.
Aku berjalan mendekatinya. Dia terlihat tampan dalam setelan jas hitam dan kemeja putih.
Aku menggapai tangannya dan menyelipkan sebuah memo ke dalam telapak tangannya lalu berjalan menjauhinya.
“Baiklah, sekarang mari kita mulai upacara pemakaman saudara Andreas.”, kata Pak Pendeta sesaat kemudian.
Aku berjalan menjauhi ruangan upacara pemakaman. Pesan terakhirku sudah dalam genggamannya, itu sudah cukup, meski aku terlambat memberikannya.
Kaulah yang ada di hatiku.



-ultrautogia-
#FF2in1

Monday, October 01, 2012

Tangisan Terakhir


Dia menangis lagi.

Tangisan yang sangat kencang. Kepalaku sampai pusing dibuatnya.

“Jangan nangis dong sayang…cup cup cup... Ayo sini sama mama.” Wanita cantik itu menggendongnya dengan penuh kesabaran. Dia diam. Tidak lagi menangis. Aku menghela napas lega.

Dia menangis lagi.

“Kamu itu udah besar! Jangan cengeng!”, teriakku padanya. Aku muak mendengar dan melihat tangisannya.

“Jangan kasar! Dia tambah nangis itu!” Wanita itu datang lagi memeluknya. Dia diam. Aku menghela napas lega.

Dia menangis lagi.

“Kamu kenapa? Nangis lagi! Nangis terus!”, bentakku.

“Aku kangen mama.”, katanya singkat. Ya, wanita cantik itu meninggal 10 tahun lalu, tepatnya saat dia berusia 17 tahun. Tidak ada lagi yang akan menggendong atau memeluknya. Aku pun tidak tahu harus berbuat apa kalau dia menangis. 

Dia menangis lagi.

“Papa…”, katanya di sela-sela tangisnya. “Ini adalah tangisan terakhirku. Mulai hari ini papa nggak perlu kesal dengan tangisanku lagi. Papa juga nggak perlu khawatir atau bingung mencari cara gimana supaya aku nggak nangis lagi. Aku janji pa, ini terakhir kalinya aku menangis di depan papa.”

Kami berdua berjalan memasuki altar gereja. Suara piano yang memainkan lagu pernikahan terdengar menggema di dalam gereja. Di depan altar itu, aku melihat seorang laki-laki berdiri menunggu kami, laki-laki yang siap untuk melihat, mendengar, dan menenangkan tangisan anakku. 

Aku menangis.


-ultrautogia-
#FF2in1



Mantan Terindah


Aku sungguh merasa aneh. Tidak biasanya aku ingin terus dan terus bersamanya. Setiap kali aku memutuskan atau diputuskan oleh mantanku, maka mantanku hanya akan berakhir menjadi pajangan yang indah di kamarku. Tapi, kali ini tidak. Aku tidak ingin menjadikan dia mantanku ataupun pajanganku. Meski seringkali dia sudah meminta putus, aku selalu saja menolaknya.
Aku membelai rambutnya, menyentuh pipinya, mengecup bibirnya, mencium wangi tubuhnya, dan memeluk tubuhnya.
“Lepaskan aku! Tolong! Lepaskan aku! Tolong!!”, dia berteriak-teriak kencang.
“Sssttt!” Aku menaruh telunjuk di bibirku. “Diam dong sayang, nggak ada yang bisa denger teriakanmu di sini.”
Dia meronta. “Tolong !! Lepas !! Lepaskan aku !!”
“Diam!!!” Aku mengambil pistol dan menembak kepalanya.
Dia terdiam. Darah mengalir dari kepalanya. Aku menangis.
Aku mengangkat tubuhnya kemudian berjalan lemah ke lemari kaca yang ada di dalam kamarku. Aku memasukkan jasadnya ke dalam lemari yang penuh sesak dengan jasad-jasad mantanku yang lain.
Aku sedih. Airmataku terus menetes. Bagaimanapun juga dia adalah mantan terindahku. 


-ultrautogia-
#FF2in1

Memeluk Tubuhmu Yang Dingin


Aku memeluk tubuhnya. Dingin.
"Maafkan aku, tapi kita benar-benar harus berpisah." 
Aku memeluk tubuhnya lebih erat. Dingin. 
"Lepaskan aku. Biarkan aku pergi. Aku tidak bisa lagi denganmu." 
Aku melepas pelukanku. Tubuhnya berbalik. Aku melihat punggungnya yang semakin menjauh di kegelapan. 
"Jangan pergi!!!", teriakku. 
Aku mengambil sebilah pisau belati dari dalam tasku, berlari mengejarnya, dan menusukkan pisau belati itu ke punggungnya. Dia terjatuh bersimbah darah. 

Aku memeluk tubuhnya. Dingin. 
Tidak apa-apa. Meskipun tubuh dan cintamu dingin, asalkan aku bisa memelukmu setiap hari itu cukup. 
Aku mengunci pintu kamar rahasia. Tubuhnya yang dingin itu hanya milikku seorang. 



-ultrautogia-
~dalam malam insomnia~